Jakarta - Hari Kamis (1/8) ini para pemain Indonesia bertolak menuju China untuk mengikuti Kejuaraan Dunia di kota Guangzhou. Adakah dari mereka yang pulang dengan predikat juara dunia?
Faktanya, sudah tiga kali berturut-turut (2009, 2010, 2011) tidak ada pemain Indonesia yang menjadi world champion dari turnamen tersebut. Markis Kido/Hendra Setiawan dan Nova Widiyanto/Liliyana Natsir adalah yang terakhir menyandang status tersebut setelah memenangi World Championship di tahun 2007.
Akan tetapi, paceklik gelar para pebulutangkis Indonesia memang tak cuma di kejuaraan tersebut. Semua orang sudah tahun, secara umum menang terjadi penurunan prestasi dalam satu dasawarsa terakhir -- plus begitu digjayanya China di cabang olahraga yang satu ini.
Ketika Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) berganti pengurus pada September lalu, ada secercah sinar baru yang diyakini bisa mengarahkan pada kebangitan perbulutangkisan di tanah air. Ketua Umum Gita Wirjawan melibatkan lebih banyak mantan pemain berprestasi dalam kepengurusannya, dan sejauh ini -- harus diakui -- ada proses yang menjanjikan.
Sepanjang tahun 2013 ini, misalnya, ada enam gelar Superseries yang berhasil dimenangi pemain-pemain Indonesia. Belum banyak tentu saja, tapi dibandingkan tahun lalu ada peningkatan. Tahun lalu dalam periode yang sama (sampai pertengahan tahun), hanya empat titel Superseries dimenangi anak-anak "Merah Putih", dua di antaranya melalui Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (di All England dan India Open).
Di tahun ini Indonesia juga dapat tambahan delapan gelar juara di level Grand Prix Gold, antara lain atas nama Angga Pratama/Ryan Agung Saputra, Irfan Fadhilah/Weni Anggraini, dan Alamsyah Yunus.
Menghadapi Kejuaraan Dunia tahun ini yang akan dihelat 5-11 Agustus, sebanyak 28 pemain siap diturunkan. Pelatnas Cipayung menggeber latihan serius selama satu bulan, selepas Singapura Terbuka. Latihan diadakan pagi dan sore di TianHe Indoor Gymnasium.
Dalam sesi latihan Senin (29/7) pagi yang disaksikan detiksport, pemain tunggal putra, Simon Santoso, Dionysius Hayom Rumbaka, dan juga Tommy Sugiarto, melakukan simulasi game 1 lawan 2 saat menjalani satu sesi latihan pagi. Sedangkan Sony Dwi Kuncoro tampak serius melakoni game melawan atlet pelatnas lainnya.
Sementara itu, pasangan ganda camputan Liliyana Natsir/Tontowi Ahmad, juga melakukan latihan game simulasi. Khusus untuk Owi -- sapaan akrab Tontowi --, saat melakoni latihan pagi itu dia juga menambah porsi latihan jump smash.
Di kelompok tunggal putri, Adriyanti Firdasari, Lindaweni Fanetri, Aprilia Yuswandari, dan Bellaetrix Manuputty, mendapatkan instruksi detil dari pelatih kepala tunggal putri, Liang Chiu Sia, dalam latihan, Selasa (30/7) pagi. Staf pelatih tunggal putri, Sarwendah, juga tampak memberikan arahan dan contoh saat membimbing Aprila.
"Persiapan sudah seratus persen. Saat ini tinggal mempersiapkan sisi psikologi, analisis game lawan, dan kalau boleh di bilang persiapan saat ini sudah mencapai tahap yang sempurna," ungkap Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi Pengurus Pusat (PP) PBSI, Rexy Mainaky, kepada detikSport.
Persiapan intensif yang dilakukan PBSi itu tak lepas dari ambisi untuk membawa pulang kembali titel juara dunia yang sudah lima edisi lepas dari genggaman pebulutangkis tanah air.
PBSI menargetkan Indonesia bisa membawa pulang paling tidak satu gelar dalam kejuaraan yang sejak tahun 2009 berubah format menjadi kejuaraan tahunan itu.
Nomor ganda campuran masih akan menjadi andalan utama. Pasangan juara All England dua kali berturut-turut, Owi/Butet, menjadi sandaran utama untuk meraih prestasi.
Selain itu, pasangan ganda putra juara Indonesia Terbuka tahun ini, Muhammad Ahsan/Hendra Setyawan, juga punya kans untuk tampil bagus di China.
"Dengan adanya Ahsan/Hendra, maka beban kami di nomor ganda campuran agak sedikit berkurang," ungkap Butet -- panggilan Lilyana Natsir --, di sela-sela buka bersama PBSI di kawasan Senayan, Senin (29/7).
Tak Kehilangan Prestise
Mulai tahun 2009, Kejuaraan Dunia (World Championship) berubah menjadi ajang tahunan. Dengan begitu, turnamen ini pun menjadi seperti ajang turnamen-turnamen lainnya seperti Superseries dan GP Gold yang dihelat tiap tahun. Angapan bahwa kejuaraan dunia ini mulai dianggap sebagai turnamen biasa pun lantas mengapung.
Meski demikian, pelatih kepala tunggal putra Indonesia, Joko Suprianto, menegaskan bahwa menjadi kejuaraan dunia tetaplah mempunyai prestise tersendiri.
"Semua pebulutangkis pasti mempunyai impian untuk menobatkan diri menjadi juara dunia. Target mereka pasti bukan cuma ingin menjadi juara All England atau Indonesia Open," tutur Joko.
"Dan jika pebulutangkis Indonesia ingin menjadi penakluk naga (China—Red), inilah saatnya," tambah mantan pemain tunggal putra Indonesia yang pernah menyandang titel juara dunia di tahun 1993 itu.
Tagih Janji Pemain
Sejumlah perubahan terjadi di plelatnas Cipayung seiring dengan pergantian pengurus PBSI ke tangan Gita Wirjawan. Komposisi pelatih pelatnas dan juga kontrak pribadi para atlet dengan perusahaan apparel adalah beberapa contohnya.
Kontrak pribadi dengan para perusahaan penyedia peralatan olahraga itu, kocek para pebulutangkis pun menjadi semakin tebal.
Dengan adanya fasilitas kelas satu, dan nilai kontrak yang tak sedikit itu para pebulutangkis Indonesia pun dituntut untuk bisa meningkatkan prestasi.
Untuk melecut semangat atlet agar bisa lebih berprestasi, beberapa waktu lalu Rexy mengumumkan bahwa ada beberapa pemain yang mendapatkan 'lampu kuning, seperti Adriyanti Firdasari dan Simon Santoso.
"Memang perlu adanya shock teraphy. Saya tidak hanya terpaku pada Firdasari dan Simon, tapi semua pemain. Saya memang harus menagih, bahwa sekarang mereka punya kesempatan ini sudah tidak ada lagi alasan." kata Rexy.
"Semua persiapan sudah terarah, dan pemeriksaan dari dokter tidak ada masalah. Jadi, tinggal tunjukkan saja," tambahnya.
Berbeda dengan Rexy, Gita terkesan lebih toleran. Ia tetap memberi waktu sejumlah pemain tertentu untuk bisa memenangi turnamen lebih sering.
"Kalau menagih prestasi ke pemain seperti Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir, atau Ahsan dan Hendra Setiawan, itu boleh. Tapi, belum waktunya kepada pemain lain," kata Gita dalam acara buka bersama PBSI hari Selasa (30/7) lalu.
"Tommy, Lindaweni atau yang lain belum. Saat ini, mereka masih membutuhkan konsistensi penampilan. Suatu saat ada waktunya untuk kami menagih prestasi kepada mereka," tambahnya.
Faktanya, sudah tiga kali berturut-turut (2009, 2010, 2011) tidak ada pemain Indonesia yang menjadi world champion dari turnamen tersebut. Markis Kido/Hendra Setiawan dan Nova Widiyanto/Liliyana Natsir adalah yang terakhir menyandang status tersebut setelah memenangi World Championship di tahun 2007.
Akan tetapi, paceklik gelar para pebulutangkis Indonesia memang tak cuma di kejuaraan tersebut. Semua orang sudah tahun, secara umum menang terjadi penurunan prestasi dalam satu dasawarsa terakhir -- plus begitu digjayanya China di cabang olahraga yang satu ini.
Ketika Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) berganti pengurus pada September lalu, ada secercah sinar baru yang diyakini bisa mengarahkan pada kebangitan perbulutangkisan di tanah air. Ketua Umum Gita Wirjawan melibatkan lebih banyak mantan pemain berprestasi dalam kepengurusannya, dan sejauh ini -- harus diakui -- ada proses yang menjanjikan.
Sepanjang tahun 2013 ini, misalnya, ada enam gelar Superseries yang berhasil dimenangi pemain-pemain Indonesia. Belum banyak tentu saja, tapi dibandingkan tahun lalu ada peningkatan. Tahun lalu dalam periode yang sama (sampai pertengahan tahun), hanya empat titel Superseries dimenangi anak-anak "Merah Putih", dua di antaranya melalui Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (di All England dan India Open).
Di tahun ini Indonesia juga dapat tambahan delapan gelar juara di level Grand Prix Gold, antara lain atas nama Angga Pratama/Ryan Agung Saputra, Irfan Fadhilah/Weni Anggraini, dan Alamsyah Yunus.
Menghadapi Kejuaraan Dunia tahun ini yang akan dihelat 5-11 Agustus, sebanyak 28 pemain siap diturunkan. Pelatnas Cipayung menggeber latihan serius selama satu bulan, selepas Singapura Terbuka. Latihan diadakan pagi dan sore di TianHe Indoor Gymnasium.
Dalam sesi latihan Senin (29/7) pagi yang disaksikan detiksport, pemain tunggal putra, Simon Santoso, Dionysius Hayom Rumbaka, dan juga Tommy Sugiarto, melakukan simulasi game 1 lawan 2 saat menjalani satu sesi latihan pagi. Sedangkan Sony Dwi Kuncoro tampak serius melakoni game melawan atlet pelatnas lainnya.
Sementara itu, pasangan ganda camputan Liliyana Natsir/Tontowi Ahmad, juga melakukan latihan game simulasi. Khusus untuk Owi -- sapaan akrab Tontowi --, saat melakoni latihan pagi itu dia juga menambah porsi latihan jump smash.
Di kelompok tunggal putri, Adriyanti Firdasari, Lindaweni Fanetri, Aprilia Yuswandari, dan Bellaetrix Manuputty, mendapatkan instruksi detil dari pelatih kepala tunggal putri, Liang Chiu Sia, dalam latihan, Selasa (30/7) pagi. Staf pelatih tunggal putri, Sarwendah, juga tampak memberikan arahan dan contoh saat membimbing Aprila.
"Persiapan sudah seratus persen. Saat ini tinggal mempersiapkan sisi psikologi, analisis game lawan, dan kalau boleh di bilang persiapan saat ini sudah mencapai tahap yang sempurna," ungkap Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi Pengurus Pusat (PP) PBSI, Rexy Mainaky, kepada detikSport.
Persiapan intensif yang dilakukan PBSi itu tak lepas dari ambisi untuk membawa pulang kembali titel juara dunia yang sudah lima edisi lepas dari genggaman pebulutangkis tanah air.
PBSI menargetkan Indonesia bisa membawa pulang paling tidak satu gelar dalam kejuaraan yang sejak tahun 2009 berubah format menjadi kejuaraan tahunan itu.
Nomor ganda campuran masih akan menjadi andalan utama. Pasangan juara All England dua kali berturut-turut, Owi/Butet, menjadi sandaran utama untuk meraih prestasi.
Selain itu, pasangan ganda putra juara Indonesia Terbuka tahun ini, Muhammad Ahsan/Hendra Setyawan, juga punya kans untuk tampil bagus di China.
"Dengan adanya Ahsan/Hendra, maka beban kami di nomor ganda campuran agak sedikit berkurang," ungkap Butet -- panggilan Lilyana Natsir --, di sela-sela buka bersama PBSI di kawasan Senayan, Senin (29/7).
Tak Kehilangan Prestise
Mulai tahun 2009, Kejuaraan Dunia (World Championship) berubah menjadi ajang tahunan. Dengan begitu, turnamen ini pun menjadi seperti ajang turnamen-turnamen lainnya seperti Superseries dan GP Gold yang dihelat tiap tahun. Angapan bahwa kejuaraan dunia ini mulai dianggap sebagai turnamen biasa pun lantas mengapung.
Meski demikian, pelatih kepala tunggal putra Indonesia, Joko Suprianto, menegaskan bahwa menjadi kejuaraan dunia tetaplah mempunyai prestise tersendiri.
"Semua pebulutangkis pasti mempunyai impian untuk menobatkan diri menjadi juara dunia. Target mereka pasti bukan cuma ingin menjadi juara All England atau Indonesia Open," tutur Joko.
"Dan jika pebulutangkis Indonesia ingin menjadi penakluk naga (China—Red), inilah saatnya," tambah mantan pemain tunggal putra Indonesia yang pernah menyandang titel juara dunia di tahun 1993 itu.
Tagih Janji Pemain
Sejumlah perubahan terjadi di plelatnas Cipayung seiring dengan pergantian pengurus PBSI ke tangan Gita Wirjawan. Komposisi pelatih pelatnas dan juga kontrak pribadi para atlet dengan perusahaan apparel adalah beberapa contohnya.
Kontrak pribadi dengan para perusahaan penyedia peralatan olahraga itu, kocek para pebulutangkis pun menjadi semakin tebal.
Dengan adanya fasilitas kelas satu, dan nilai kontrak yang tak sedikit itu para pebulutangkis Indonesia pun dituntut untuk bisa meningkatkan prestasi.
Untuk melecut semangat atlet agar bisa lebih berprestasi, beberapa waktu lalu Rexy mengumumkan bahwa ada beberapa pemain yang mendapatkan 'lampu kuning, seperti Adriyanti Firdasari dan Simon Santoso.
"Memang perlu adanya shock teraphy. Saya tidak hanya terpaku pada Firdasari dan Simon, tapi semua pemain. Saya memang harus menagih, bahwa sekarang mereka punya kesempatan ini sudah tidak ada lagi alasan." kata Rexy.
"Semua persiapan sudah terarah, dan pemeriksaan dari dokter tidak ada masalah. Jadi, tinggal tunjukkan saja," tambahnya.
Berbeda dengan Rexy, Gita terkesan lebih toleran. Ia tetap memberi waktu sejumlah pemain tertentu untuk bisa memenangi turnamen lebih sering.
"Kalau menagih prestasi ke pemain seperti Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir, atau Ahsan dan Hendra Setiawan, itu boleh. Tapi, belum waktunya kepada pemain lain," kata Gita dalam acara buka bersama PBSI hari Selasa (30/7) lalu.
"Tommy, Lindaweni atau yang lain belum. Saat ini, mereka masih membutuhkan konsistensi penampilan. Suatu saat ada waktunya untuk kami menagih prestasi kepada mereka," tambahnya.