Posted by mcondrolukito blog
Liputan6.com, Jakarta : Madu dinilai ampuh untuk pengobatan berbagai penyakit. Banyak yang menggantikan gula dengan menggunakan madu. Baik itu di dalam makanan mau pun di dalam minuman. Namun, harus Anda ketahui bahwa orang yang sudah berusia 30 tahun dilarang mengonsumsi madu, karena sangat berbahaya untuk tubuh.
"Untuk yang sudah berusia di atas 30 tahun, jangan konsumsi madu. Berbahaya," jelas dokter spesialis gizi, dr. Samuel Oetoro, Sp. GK, Kamis (21/3/2013)
Memang, di dalam madu ada yang namanya kandungan indeks glisemik. Indeks glikemik berkaitan erat dengan peningkatan jumlah kadar gula darah, yang apabila masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang sangat tinggi maka nantinya akan dapat meningkatkan kadar gula darah. Makanya itu, apabila seseorang yang berusia di atas 30 tahun mengonsumsi madu akan berbahaya untuk tubuhnya.
Begitu pun dengan gula. Jika seseorang keseringan mengonsumsi gula, akan lebih mudah terkena diabetes karena insulinnya lelah dan capai akibat bekerja terus menerus menurunkan gula. Jadi, kalau kita makan gula maka kadar gula akan naik. Kadar gula yang naik harus segera dikirim masuk ke insulin.
Walau pun banyak jenis gula yang mengklaim produknya sehat, itu pun dirasa percuma. Karena pada dasarnya, apa pun jenisnya, gula sangat tidak baik dikonsumsi tubuh, termasuk gula merah dan gula jawa. Karena intinya, gula adalah racum penuaan yang dapat membuat Anda tampak cepat tua
Sumber: http://health.liputan6.com/read/539914/kalau-sudah-berusia-30-tahun-tak-bagus-minum-madu
Kamis, 21 Maret 2013
Rabu, 20 Maret 2013
Bila Sudah Diobati Kusta Tak Akan Menular
Posted by mcondrolukito blog
Liputan6.com, Bogor, Jawa Barat : Direktur Rumah Sakit Sehat Terpadu Dompet Duafa dr. Yahmin Setiawan mengatakan, perlu dilakukan sosialisasi mengenai penyakit kusta kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman agar tidak ada stigma negatif kepada penderita.
"Kusta ini daya tularnya rendah, bukan penyakit mematikan, namun kecacatan yang ditimbulkan oleh penyakit ini menjadi stigma negatif di kalangan masyarakat," katanya di Bogor seperti dikutip Antara, Selasa (19/032013).
Dr Yahmin menyebutkan, Dinas Kesehatan harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terutama di daerah yang masih terdapat penderita kusta.
Seperti halnya di Parung Panjang yang terdapat satu keluarga terdiri dari bapak dan dua anaknya menderita kusta.
Menurut Yahmi, pengalaman yang dialami Jiung (48) dan dua anaknya warga asal Kampung Kampung Salimun, Desa Gintung Cilejet, Kecamatan Parung Panjang, yang menderita kusta dapat menjadi informasi bahwa pemahaman tentang kusta masih minim di masyarakat.
"Seperti Jiung yang sudah mengidap kusta sejak dua tahun ini, justru awalnya tidak tahu ia menderita kusta. Malah dibawa berobat ke dukun, ini artinya dia tidak tahu penanganannya seperti apa, hingga dua anaknya tertular," katanya.
Meski kusta memiliki daya tular rendah, tidak seperti TBC yang hanya dengan lewat percikan batuk kuman penyebab penyakit langsung tertular. Kusta berbeda dengan TBC, proses penularanan cukup lama.
Masa inkubasi penularan kuman kusta dari pasien ke orang lain hingga 3-4 tahun, sementara itu, kusta tidak langsung menular melalui udara. Hanya orang yang memiliki interaksi intens selama puluhan tahun dengan si penderita yang berkemungkinan akan tertular.
"Perlu kembali disosialisasikan apa itu kusta, cara penularannya, dan pencegahanya seperti apa," kata Yahmin.
Yahmi yang pernah bertugas selama beberapa tahun di salah satu provinsi endemik kusta di Indonesia bagian Timur mengaku memiliki pengalaman bagaimana stigma kusta di masyarakat yang dianggap sebagai penyakit kutukan.
Padahal lanjut, Yahmin, kusta bila sudah diobati tidak akan menular. Karena jika pasien sudah mendapatkan obat, secara otomatis virus akan terkunci dan tidak akan menyebar.
"Pengobatan kusta ini rutin dan memerlukan waktu lama yakni 9 hingga 12 bulan lamanya. Sehingga pasien harus dikawal agar telaten untuk melakukan pengobatan. Jika pengobatan berhenti dijalan, kuman bisa menyebar lagi," katanya.
Yahmin menambahkan, perlu ditumbuhkan pemahaman kepada masyarakat dan juga pasien kusta bahwa pengobatan dan pencegahan harus dilakukan, agar apa yang menjadi program Kementerian Kesehatan 2010 Indonesia eliminasi kusta.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, satu keluarga terdiri dari ayah dan dua anaknya asal Parung Panjang dinyatakan positif kusta. Mereka sempat menjalani perawatan di RS Sehat Terpadu Dompet Duafa, hingga akhirnya penanganan pasien diambil alih oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
Sementara itu, menurut Dessy Suprihartini relawan Bogor Barat yang juga kader Dompet Duafa yang mengantar keluarga Jiung berobat, wilayah Parung Panjang memang sering ditemukan penderita kusta.
"Dua tahun lalu juga ada kasus penderita kusta satu orang, lalu tahun ini juga ada satu keluarga dan satu orang lainnya," kata dia.
Dessy mengharapkan adanya sosialisasi dari Pemerintah Daerah terkait penyakit kusta tersebut, mengingat daerah Parung Panjang cukup jauh dari akses sosialisasi kesehatan.
Sumber:http://health.liputan6.com/read/538934/bila-sudah-diobati-kusta-tak-akan-menular
msn.com
"Kusta ini daya tularnya rendah, bukan penyakit mematikan, namun kecacatan yang ditimbulkan oleh penyakit ini menjadi stigma negatif di kalangan masyarakat," katanya di Bogor seperti dikutip Antara, Selasa (19/032013).
Dr Yahmin menyebutkan, Dinas Kesehatan harus melakukan sosialisasi kepada masyarakat terutama di daerah yang masih terdapat penderita kusta.
Seperti halnya di Parung Panjang yang terdapat satu keluarga terdiri dari bapak dan dua anaknya menderita kusta.
Menurut Yahmi, pengalaman yang dialami Jiung (48) dan dua anaknya warga asal Kampung Kampung Salimun, Desa Gintung Cilejet, Kecamatan Parung Panjang, yang menderita kusta dapat menjadi informasi bahwa pemahaman tentang kusta masih minim di masyarakat.
"Seperti Jiung yang sudah mengidap kusta sejak dua tahun ini, justru awalnya tidak tahu ia menderita kusta. Malah dibawa berobat ke dukun, ini artinya dia tidak tahu penanganannya seperti apa, hingga dua anaknya tertular," katanya.
Meski kusta memiliki daya tular rendah, tidak seperti TBC yang hanya dengan lewat percikan batuk kuman penyebab penyakit langsung tertular. Kusta berbeda dengan TBC, proses penularanan cukup lama.
Masa inkubasi penularan kuman kusta dari pasien ke orang lain hingga 3-4 tahun, sementara itu, kusta tidak langsung menular melalui udara. Hanya orang yang memiliki interaksi intens selama puluhan tahun dengan si penderita yang berkemungkinan akan tertular.
"Perlu kembali disosialisasikan apa itu kusta, cara penularannya, dan pencegahanya seperti apa," kata Yahmin.
Yahmi yang pernah bertugas selama beberapa tahun di salah satu provinsi endemik kusta di Indonesia bagian Timur mengaku memiliki pengalaman bagaimana stigma kusta di masyarakat yang dianggap sebagai penyakit kutukan.
Padahal lanjut, Yahmin, kusta bila sudah diobati tidak akan menular. Karena jika pasien sudah mendapatkan obat, secara otomatis virus akan terkunci dan tidak akan menyebar.
"Pengobatan kusta ini rutin dan memerlukan waktu lama yakni 9 hingga 12 bulan lamanya. Sehingga pasien harus dikawal agar telaten untuk melakukan pengobatan. Jika pengobatan berhenti dijalan, kuman bisa menyebar lagi," katanya.
Yahmin menambahkan, perlu ditumbuhkan pemahaman kepada masyarakat dan juga pasien kusta bahwa pengobatan dan pencegahan harus dilakukan, agar apa yang menjadi program Kementerian Kesehatan 2010 Indonesia eliminasi kusta.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, satu keluarga terdiri dari ayah dan dua anaknya asal Parung Panjang dinyatakan positif kusta. Mereka sempat menjalani perawatan di RS Sehat Terpadu Dompet Duafa, hingga akhirnya penanganan pasien diambil alih oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
Sementara itu, menurut Dessy Suprihartini relawan Bogor Barat yang juga kader Dompet Duafa yang mengantar keluarga Jiung berobat, wilayah Parung Panjang memang sering ditemukan penderita kusta.
"Dua tahun lalu juga ada kasus penderita kusta satu orang, lalu tahun ini juga ada satu keluarga dan satu orang lainnya," kata dia.
Dessy mengharapkan adanya sosialisasi dari Pemerintah Daerah terkait penyakit kusta tersebut, mengingat daerah Parung Panjang cukup jauh dari akses sosialisasi kesehatan.
Sumber:http://health.liputan6.com/read/538934/bila-sudah-diobati-kusta-tak-akan-menular
Sabtu, 16 Maret 2013
Kelamaan di Depan Layar Komputer Jangan Lupa Ngedip 20 Kali
Posted by mcondrolukito blog
Liputan6.com, Austin : Berlama-lama di depan layar komputer (monitor) bisa membuat mata tegang. Para ahli sudah menemukan solusi menghentikannya dengan cara sering-seringlah berkedip.
Metode itu lebih dikenal dengan 20-20-20-20, yakni berkedip 20 kali setiap 20 menit dan harus dikombinasikan dengan berpaling dari layar selama 20 detik dan fokus pada objek sejauh 20 meter.
Dr Edward Mendelson dari Southwestern Medical Centre di University of Texas mengatakan, berkedip merupakan cara alami untuk menjaga mata tetap lembab dan berkedip membantu melumasi serta menyegarkan.
"Kantor zaman kini umumnya dingin dan kering, yang membuat senang dan nyaman, kecuali untuk mata," katanya seperti dikutip Dailymail, Jumat (15/3/2013).
Strategi 20-20-20-20 dirancang sebagai solusi untuk computer vision syndrome (CVS) yang mempengaruhi jutaan pekerja dan pecandu game.
Gejalanya meliputi mata kering dan lelah, sakit kepala, dan sakit leher serta sendi, yang biasanya sifatnya sementara. Tapi kebanyakan bisa menjadi masalah sehari-hari yang membuatnya membutuhkan bantuan medis.
Umumnya, masalah itu dialami pekerja yang menghabiskan tiga jam lebih di depan komputer. Dan orang yang mengalami sindrom penglihatan tersebut bisa merasa sakit dan harus menggunakan kacamata.
Sebelumnya cara menggunakan obat tetes mata dianggap bisa membantu mata yang kering. Tapi, istirahat dari layar juga bisa membantu dari gejala CVS seperti sakit leher, otot, dan kepala akibat duduk dalam posisi yang salam untuk waktu yang lama.(Mel/Igw)
Sumber: http://health.liputan6.com/read/535819/kelamaan-di-depan-layar-komputer-jangan-lupa-ngedip-20-kali
(drjohnblog.guidetoself.com)
Metode itu lebih dikenal dengan 20-20-20-20, yakni berkedip 20 kali setiap 20 menit dan harus dikombinasikan dengan berpaling dari layar selama 20 detik dan fokus pada objek sejauh 20 meter.
Dr Edward Mendelson dari Southwestern Medical Centre di University of Texas mengatakan, berkedip merupakan cara alami untuk menjaga mata tetap lembab dan berkedip membantu melumasi serta menyegarkan.
"Kantor zaman kini umumnya dingin dan kering, yang membuat senang dan nyaman, kecuali untuk mata," katanya seperti dikutip Dailymail, Jumat (15/3/2013).
Strategi 20-20-20-20 dirancang sebagai solusi untuk computer vision syndrome (CVS) yang mempengaruhi jutaan pekerja dan pecandu game.
Gejalanya meliputi mata kering dan lelah, sakit kepala, dan sakit leher serta sendi, yang biasanya sifatnya sementara. Tapi kebanyakan bisa menjadi masalah sehari-hari yang membuatnya membutuhkan bantuan medis.
Umumnya, masalah itu dialami pekerja yang menghabiskan tiga jam lebih di depan komputer. Dan orang yang mengalami sindrom penglihatan tersebut bisa merasa sakit dan harus menggunakan kacamata.
Sebelumnya cara menggunakan obat tetes mata dianggap bisa membantu mata yang kering. Tapi, istirahat dari layar juga bisa membantu dari gejala CVS seperti sakit leher, otot, dan kepala akibat duduk dalam posisi yang salam untuk waktu yang lama.(Mel/Igw)
Sumber: http://health.liputan6.com/read/535819/kelamaan-di-depan-layar-komputer-jangan-lupa-ngedip-20-kali
Langganan:
Postingan (Atom)